Sabtu, 03 Mei 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ( SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA )


SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA dan KEWARGANEGARAAN

TUGAS I

A. SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
-          -  Presidensial
-          - Parlementer
-          - Semipresidensial
-          - Komunis
-         -  Demokrasi generous

Sistem pemerintahan mempunyai sistem yang tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah john menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti pengertian sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu john demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama. mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik. Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil. Namun dalam prakteknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan di Indonesia adalah sistem pemerintahan yang merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensiil dengan sistem pemerintahan parlementer. Apalagi bila diunut dari sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan. Indonesia pernah menganut sistem kabinet parlementer pada tahun 1945 - 1949. kemudian pada rentang waktu tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan secara demokrasi terpimpin. Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 – 2002.




TUGAS II

B. PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat itu. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:
1. UU No.1 tahun 1945
Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
2. UU No.22 tahun 1948
Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat.
3. UU No.1 tahun 1957
Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.
4. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
5. UU No.18 tahun 1965
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja .
6. UU No.5 tahun 1974
Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik.
Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peranpembangunan yang menjadi isu nasional.
7. UU No.22 tahun 1999
Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
   Menurut pasal 1ayat (1) UUD 1945 Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Republik adalah sebuah negara dimana tampuk pemerintahan akhirnya bercabang dari rakyat, bukan dari prinsip keturunan dan dipimpin atau dikepali oleh seorang presiden. Negara Kesatuan Republik Indonesia memilih cara desentralisasi dalam penyelenggaraanpemerintahannya bukan sentralisasi. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di defenisikan sebagai penyerahan kewenangan.Desentralisasi sebenarnya juga dapat di artikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintahan pusat kepemerintah daerah. Dasar pemikiran yang membelatar belakangi adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Sedangkan sentralisasi yaitu seluruh wewenang terpusat pada pemerintahan pusat. Daerah tinggal menunggu  intruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU.
Indonesia memilih cara desentralisasi disebabkan:
1.    Wilayah Indonesia yang sangat luas;
2.    Daerah-daerah di Indonesia memiliki kondisi geografi dan budaya yang berlainan
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Menurut undang-undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah yang bersifat otonom atau daerah otonom, meliputi 3 daerah, yaitu;
1.      Daerah propinsi,
2.      Daerah kabupaten, dan
3.      Daerah kota.
Di daerah otonom dibentuk pemerintahan daerah, yaitu penyelenggaraan pemerintah daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Kepala daerah propinsi adalah Gubernur. Kepala daerah kabupaten adalah Bupati, sedangkan kepala daerah kota adalah walikota. Adapun perangkat daerah otonom terdiri atas Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, Dan Lembaga Teknis Daerah lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Selain asas desentralisasi, daerah otonom dalam hal ini daerah propinsi menganut pula asas Dekonsentrasi. Asas dekonsentrasi yaitu asas yang menyatakan adanya pelimpahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.


                Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
-          Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
-          Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
-          Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
-          Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
-          Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
-          Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
-          Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
-          Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya
Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah, tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
SUMBER :




 TUGAS III

C. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER dan PRESIDENSIAL  
DI INDONESIA
Perbandingan Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial :
Parlementer
Presidensial
Kepala Negara
Presiden atau Raja
Presiden
Kepala Pemerintahan
Perdana Menteri
Presiden
Eksekutif/Kabinet
Berasal dari Parlemen dan disetujui oleh Perdana Menteri
Merupakan Pembantu Presiden
Eksekutif anggota parlemen?
Ya
Tidak
Eksekutif bisa membuabarkan parlemen?
Ya
Tidak
Masa Jabatan Eksekutif Tertentu?
Tidak
Ya
Parlemen Mengawasi Eksekutif?
Kadang-kadang
Tidak
Pusat Kekuasaan
Parlemen
Tidak ada
Parlemen Mengatur Urusannya sendiri
Tidak
Ya
Penyebab kegagalan pemerintahan presidensial
1.      Munculnya Demokrasi Caesarisme (eksekutif sangat berkuasa dan legislatif lemah)
2.      Militer memperoleh kekuasaan politik
3.      Eksekutif bisa mengatur suara dari parlemen
Penyebab kegagalan pemerintahan parlementer
1.      Kepala negara memperoleh kekuasaan penuh
2.      Parlemen bubar
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia. Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksanaan kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif.

SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER

Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan. dalam sistem pemerintahan parlementer, dengan beberapa ciri utama: ada dua kelembagaan eksekutif, yaitu eksekutif yang menjalankan dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan, dan eksekutif yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pemerintahan. Eksekutif pertama ada di tangan kabinet atau dewan menteri sedangkan eksekutif kedua ada di tangan kepala negara .

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :

-        -   Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
-         -  Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
-      -  Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
-          -  Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
-          - Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:

-          Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
-          Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
-          Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer :

-          Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
-          Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
-          Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
-          Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL

Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut.

-          Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
-          Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
-          Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
-          Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
-          Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
-          Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.

-          Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :

-          Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :

-          Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
-          Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
-          Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.


TUGAS IV

D. WARGANEGARA dan ASAS KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA

Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.

Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) :

-       -    setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
-        -   anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
-       -    anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
-  - anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
-        -  anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
-          anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
-     - anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
-  - anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
-     - anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
-   - anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
-          - anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
-        -  anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
-         - anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
-         - anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
-         - anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
.
Sedangkan Kewarganegaraan adalah segala hal yang berhubungan dengan warga negara. Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya. 
Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. 
Lengkapnya ketentuan-ketentuan dalam kewarganegaraan sekarang ini di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 yang tertera di makalah ini pada halaman berikutnya. Pemakalah bermaksud memisahkan dasar hukum kewarganegaraan itu pada halaman khusus nantinya, agar kawan-kawan pembaca dan penyimak lebih memudahkan dalam memahami dan menganalisis isi dari Undang-Undang tersebut.
Berbicara masalah warga negara maka juga kita berbicara tentang orang-orang yang berada di wilayah suatu negara tersebut, yaitu penduduk. Penduduk ialah mereka yang berada di wilayah sesuatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara itu.
Bukan penduduk ialah mereka yang berada di wilayah sesuatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara itu. 
Sebelumnya dalam UUD’45 pasal 26 disebutkan: Penduduk ialah warga negara indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 
Maka penduduk dapat dibagi atas
1. Penduduk warganegara, dan
2. Penduduk bukan warganegara yang disebut “orang asing”
 Tiap negara biasanya menentukan dalam UU keawarganegaraan siapa yang menjadi warga negara dan siapa yang dianggap orang asing. Di indonesia dahulunya sebelum amandemen kewarganegaraan itu di atur dalam UU No.62 tahun 1958.
Dalam UU 1945 pasal 26 itu dinyatakan:
1. Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warganegara.
2. Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

Asas dan Stelsel Dalam Kewarganegaraan

Adapun asas kewarganegaraan yang mula-mula dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan termasuk tidaknya seorang dalam golongan warganegara dari sesuatu negara, dan Asas-asas inilah kemudian yang dianut di negara Indonesia dalam UU no. 12 tahun 2006 adalah:
a. Asas keturunan atau Ius Sanguinis
b. Asas tempat kelahiran atau Ius Soli
c. Asas Kewarganegaraan Tunggal
d. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas 

1. Asas Ius Sanguinis
Asas Ius Sanguinis menetapkan kewarganegaraan seorang menurut pertalian atau keturunan dari orang yang bersangkutan. Jadi yang menentukan kewarganegaraan seseorang ialah kewarganegaraan orang tuanya, dengan tidak mengindahkan di mana ia sendiri dan orangtuanya berasa dilahirkan.
Contoh: Seseorang yang lahir di negara A, yang orang tuanya adalah warganegara B, adalah warganegara B.

2. Asas Ius Soli
Asas Ius Soli menetapkan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau negara tempat ia dilahirkan. 
Contoh: seseorang yang lahir dinegara A, adalah warganegara , walaupun orangtuanya adalah warganegara B.

3. Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang

4. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam undang-undang ini.
Dalam menentukan kewarganegaraan itu dipergunakan dua stelsel kewarganegaraan, disamping asas yang tersebut di atas. Stelsel itu ialah:
a. Stelsel aktif 
Menurut stelsel aktif orang harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warganegara.
b. Stelsel pasif
Menurut stelsel pasif orang dengan sendirinya dianggap menjadi warganegara tanpa melakukan sesuatu tindakan hukum tertentu.
Berhubung dengan dengan kedua stelsel itu maka harus kita bedakan:
a. Hak opsi, yaitu hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)
b. Hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel (pasif)
 Karena perbedaan dasaratau asas yang dipakai dalam menentukan menentukan kewarganegaraan, maka hal demikian ini menimbulkan tiga kemungkinan kewarganegaraan yang dimiliki seseorang:
1. a-patride
Yaitu, adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. 
2. bi-patride
Yaitu, adanya seorang penduduk yang mempunyai dua kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap atau dwi-kewarganegaraan) 
Seseorang keturunan bangsa A, yang negaranya memakai dasar kewarganegaraan ius soli, lahir dinegara B, dimana berlaku dasar ius sanguinis. Orang ini bukanlah warganegara A, karena ia tidak lahir di negara A, tetapi ia juga bukan warganegara B, karena ia bukanlah keturunan bangsa B. dengan demikian orang ini sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. Ia adalah a-patride
Seorang keturunan bangsa B yang negaranya menganut asas ius sanguinis lahir di negara A, dimana berlaku asas ius soli. Oleh karena orang ini adalah keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga negara dari negara B, akan tetapi oleh negara A ia juga dianggap sebagai warganegaranya, karena ia dilahirkan di negara A. orang ini mempunyai dwi-kewarganegaraan. Ia adalah bi-patride. 
Kesimpulannya: perbedaan asas kewarganegaraan daripada dua negara A (ius soli) dan B (ius sanguinis) dapat menimbulkan kemungkinan bahwa:
- si N adalah a-patride, karena ia dilahirkan di negara B, sedang ia adalah keturunan warganegara A, atau
- si X adalah bi-patride, karena ia dilahirkan di negara A, sedang ia adalah keturunan warganegara B.
3. multipatride
Seseorang yang memiliki kewarganegaraan lebih dari dua. 
Adanya ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai kewarganegaraan adalah sangant penting bagi setiap negara, karena hal itu dapat mencegah adanya penduduk yang a-patride dan yang b-patride. Ketentuan-ketentuan itu penting pula untuk membedakan hak  dan kewajiban-kewajiban bagi warga negara dan bukan warga negara.
Permasalahan tersebut di atas juga harus di hindari dengan upaya:
• Memberikan Kepastian hukum yang lebih jelas akan status hukum kewarganegaran seseorang
• Menjamin hak-hak serta perlindungan hukum yang pasti bagi seseorang dalam kehidupan bernegara